Goodbye, Things (Part 1)

Akhir-akhir ini saya sedang membaca buku yang berjudul Goodbye Things Hidup Minimalis Ala Orang Jepang karya Fumio Sasaki. Bagian awal ini menceritakan pengalaman penulis disertakan juga foto-foto perubahan apartemennya. Awalnya dia adalah orang yang gemar menyimpan berbagai barang hingga apartemennya lamanya terasa sangat penuh oleh barang. Fumio menuliskan "Saya pun berubah dari maksimalis menjadi minimalis. Saya mengeluarkan hampir sebagian besar barang saya. Tak disangka, dalam prosesnya, saya juga mengubah diri saya.

Pengalaman Fumio menjadi pribadi minimalis sejak berpindah apartemen mengingatkan pada pengalaman saya tahun lalu. Sejak masuk kuliah, saya tipe orang yang suka mengumpulkan barang. Saya tidak menyadari ternyata barang-barang itu membuat kamar saya terasa sempit dan penuh. Sulit sekali untuk mendapat ide-ide ketika menulis. Saya lebih suka mengerjakan tesis atau tulisan lain di luar kamar. Akhir November lalu, saya akhirnya menempati kamar baru. Berbagai barang yang tidak terlalu penting, saya buang atau pindahkan ke gudang di rumah orang tua saya. Ternyata sangat banyak barang yang kurang penting yang saya simpan saat itu. Walaupun belum benar-benar minimalis, saya merasa lebih nyaman dan mudah untuk menulis di kamar baru saya.

Minimalis adalah orang yang bisa membedakan kebutuhan dan keinginan, keinginan karena ingin menampilkan citra tertentu serta tidak takut mengurangi benda-benda yang termasuk keinginan. Kita harus mengetahui apa yang benar-benar penting  bagi hidup kita. Bagi wanita khususnya sebuah tantangan untuk tidak membeli barang yang tidak betul-betul diperlukan walaupun barang tersebut sedang diskon besar. Terkadang ada pula yang berbelanja untuk mencari kebahagian. Padahal sebetulkan kebahagian dari membeli barang hanya sebentar aja. Misalnya ketika kita membeli baju, kebahagian hanya sampai kita membawa baju ke rumah dan mencobanya kembali kemudian mengaja. Baju baru yang telah kita pakai tiga kali sudah terasa membosankan. Tanpa sadar kita telah membeli banyak baju yang membuat lemari tidak muat lagi.

Masalah akan mulai timbul saat barang dibeli semata untuk memperlihatkan siapa kita, dan koleksi kita kemudian bertambah banyak. Tujuan kita pun berubah menjadi meningkatkan jumlah kepemilikan barang dianggap sebagai instrumen yang mengangkat citra diri. Akibatnya, kita menghabiskan banyak waktu dan energi untuk merawat serta mengelola semua barang yang dibeli.

Dalam bukunya Fumio mengatakan minimalisme adalah gaya hidup yang berarti kita mengurangi jumlah barang yang kita miliki sampai pada tingkat paling minimum. Hidup sebagai minimalis, dengan hanya barang paling pokok yang kita perlukan, tidak hanya memberi mafaat sebatas permukaan, ruang yang rapi atau kemudahan membersihkan rumah tapi juga menciptakan perubahan yang mendasar. Cara hidup ini memberi kesempatan untuk merenungi arti bahagia.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kuliner di Jalan Alor, Kuala Lumpur

Car Free Day Antara Olahraga dan Wisata Kuliner

Wisata Keluarga ke Pantai Suwuk, Kebumen