Belajar Jepang untuk Membangun Indonesia
22 tahun lalu, tepatnya 28 Mei
1993, saya dilahirkan di Kebumen, Jawa Tengah. Saya berasal dari keluarga
sederhana yang penuh kasih sayang. Ketika saya kecil kami masih mengontrak
rumah yang belum terdapat listrik saat itu. Saat saya duduk di kelas 2 SD,
keluarga kami pindah rumah kontrakan yang lebih dekat dengan tempat kerja ibu.
Baru ketika kelas 4 SD, keluarga kami pindah ke rumah sendiri di Dukuh Pejaten,
Desa Tanjungsari, Petanahan, Kebumen. Beberapa kali pindah rumah sewaktu kecil
membuat saya lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan baru.
Latar belakang profesi keluarga ayah
di Kebumen kebanyakan pendidik. Kakek saya adalah pensiunan guru SD, ayah saya
pamong belajar di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), ibu saya guru SMK, om dan
tante juga seorang guru. Mereka sangat mendukung pendidikan saya. Lulus SD,
saya bersekolah di SMPN 1 Kebumen yang letaknya di pusat kota yang berjarak
sekitar 15 km dari rumah. Saya harus naik sepeda sampai jalan yang dilalui
angkot karena tidak ada angkot yang melewati desa saya. Lulus SMP, saya
melanjutkan ke SMAN 1 Kebumen. Saat SMA, saya mulai tertarik berorganisasi
dengan mengikuti Palang Merah Remaja dan Redaksi Majalah Sekolah. Setelah 18 tahun
tinggal di Kebumen, saya memutuskan kuliah di Universitas Indonesia. Awalnya
orang tua tidak merestui karena jarak yang relatif jauh namun akhirnya saya
mampu meyakinkan mereka bahwa pilihan tersebut akan membuat pribadi saya lebih
mandiri. Saya pun berhasil diterima di Program Studi Jepang angkatan 2011.
Awalnya pandangan saya setelah
lulus akan bekerja di perusahaan Jepang multinasional. Namun pandangan tersebut
berubah setelah setahun saya kuliah. Pada semester 3, saya mengambil mata
kuliah Geografi dan Pariwisata Jepang. Dosen mata kuliah tersebut yang menjadi
Pembimbing Akademik Sekaligus Pembimbing Skripsi saya, pak Didit Dwi Subagio
memberi nasehat “Kuliah di Prodi Jepang bukan untuk bekerja di perusahaan
Jepang namun belajar apa yang baik dari Jepang untuk diterapkan di
Indonesia”. Beliau juga mengatakan
sebagai anak daerah setelah lulus kuliah harus mampu berkontribusi bagi
daerahnya. Nasehat tersebut masih terngiang di kepala saya hingga saat ini dan
menjadi semangat untuk berjuang mewujudkannya.
Sewaktu kuliah berbagai organisasi saya
ikuti, mulai dari tingkat jurusan, fakultas, sampai universitas. Saya menikmati
belajar banyak hal dan mengenal banyak orang selama berorganisasi. Selain
organisasi, beberapa kepanitian juga saya ikuti. Pada tingkat 3, saya menjadi
Koordinator Bidang Bazaar Gelar Jepang Universitas Indonesia ke 20. Ini
merupakan salah satu event mahasiswa
terbesar di Universitas Indonesia yang berpengunjung mencapai lebih dari 20.000
orang selama tiga hari pelaksanaan. Disinilah saya mulai mengenal dunia bisnis
karena sering berinteraksi dengan wirausahawan dan sponsor yang mengikuti
bazaar Gelar Jepang UI. Pada semester 6, saya pun mendaftar komunitas Himpunan
Pengusaha Muda (HIPMI) Universitas Indonesia.
Selama bergabung di HIPMI UI, saya
mendapat banyak kesempatan belajar. Berada di komunitas yang anggotanya penuh
semangat belajar membuat saya terpacu untuk belajar banyak hal. Selama di HIPMI
UI, saya juga belajar dari orang-orang yang lebih dahulu mengenal dunia bisnis.
Komunitas ini berhasilkan menyakinkan saya untuk berani bermimpi besar untuk
turut membangun Indonesia. Saya perlahan mulai menemukan cara untuk belajar apa
yang baik dari Jepang untuk diterapkan di Indonesia.
Saya kagum dengan bagaimana Jepang
memaksimalkan potensi lokal. Misalnya pada tahun 2014, Small and Medium Enterprise Agency
dari Ministry of Economy, Trade
and Industry meluncurkan Japan Brand
Development Assistance Program (Program Asistensi Pengembangan Brand Jepang) yang bertujuan
mengidentifikasi daya saing internasional brand
daerah. Setiap daerah mempunyai keunikan dan ciri khas masing-masing
misalnya produk lokal dan destinasi wisata yang mampu menjadi daya saing
ekonomi. Ketertarikan tersebut membuat
saya memutuskan menulis skripsi yang berjudul City Branding Sapporo Melalui Event Musim Dingin. Saya sangat
terinspirasi untuk ikut membantu mengembangkan potensi lokal di daerah-daerah
terutama kerajinan dan pariwisata.Semakin saya
belajar negara Jepang, semakin saya mencintai Indonesia.
Beberapa bulan
belakangan saya berkesempatan berkolaborasi dengan beberapa teman membangun
Heart of Spora. Heart of SPORA adalah sebuah social enterprise mengangkat
potensi lokal daerah terutama produk-produk kreatif daerah. Heart of SPORA
diawali di desa binaan kreatif di Grenggeng, Karanganyar, Kebumen, Jawa Tengah.
Grenggeng sebagai daerah penghasil anyaman pandan setengah jadi memiliki
keunikan dari segi produk dan lansekap wilayahnya. Hampir semua masyarakat di
Grenggeng adalah pengrajin anyaman pandan. Keahlian menganam itu sudah
diwariskan turun temurun dari nenek moyang. Akan tetapi, tidak banyak yang
berubah dari segi kesejahteraan sekalipun sudah lama memproduksi anyaman
pandan. Isu pertama yang berkembang pada usaha kerajinan di Grenggeng adalah
banyaknya pengusaha/ pengepul yang oportunis (rentenir). Biasanya
pengepul-pengepul mendapatkan pesanan dari Yogyakarta dan Tasikmalaya (kedua
daerah dikenal sebagai sentra penghasil produk anyaman pandan). Isu kedua
adalah terbatasnya pangsa pasar. Terbatasnya jenis produk anyaman pandan di
Desa Grenggeng membuat para pengrajin bergantung pada pengepul sehingga pangsa
pasarnya pun hanya berputar di area produsen produk jadi anyaman pandan (di
Yogyakarta dan Tasikmalaya). Untuk itu, Heart of SPORA bertujuan untuk memperluas
pasar dengan memberikan added value pada anyaman pandan menjadi produk
jadi yang bervariasi. Added value itu berupa desain produk dan
pembangunan brand agar lebih dikenal sebagai produk mandiri. Selain itu
kami juga ingin membuat craft market sebagai pilihan destinasi wisata yang
menarik. Kami bekerja sama dengan arsitek untuk mengolah lansekap desa
Grenggeng yang indah.
Kebahagian dalam hidup
bagi saya datang ketika dapat memberi manfaat bagi orang banyak. Menjadi social entreprenur adalah jalan yang
saya pilih untuk mencapai kebahagian itu. Melalui jalan itu, saya berharap
dapat membantu mengembangkan potensi daerah sehingga mampu mensejahterakan
warganya. Konsistensi kerja keras dan terus belajar saya terus upayakan. Saya
sangat menghargai setiap kesempatan yang datang karena saya bukan hanya
berjuang untuk pribadi namun bagi banyak orang. Bagi saya membangun desa, kita
membangun Indonesia.
Komentar
Posting Komentar